Hina

5/15/2016 04:40:00 AM

Bodoh.
Diam,
ku bertanya-tanya akan kesehatan diriku sendiri. Sakit.

Aku menyesali seluruh asa yang pernah ku bangun. Pemimpi.

Aku pemimpi yang sakit, cukup gila pernah mengharap tentang kita.

Waktu-waktu itu adalah percuma. Tersadar, bermimpi tentang kita adalah hina.

Aku pernah meremehkan mereka. Mereka sedang berbahagia, terikat oleh kata cinta. Ah, padahal untuk mengikrarkan kata itu,
boleh jadi pakai pikir panjang dulu.
Bicara cinta, blah menjawab pun pakai ragu.
Cinta mereka berdasar rasa ragu, lalu setuju.

Sementara kita. Tanpa persetujuan tanpa ikatan, tanpa janji apa-apa.

Tentang kita yang ku tahu, saling berbagi saling memberi, saling mengisi.
Tanpa persetujuan tanpa ikatan, tanpa janji apa-apa.

Aku bertanya-tanya apakah itu tulus.
Lalu ku ketahui ketulusan itu sia-sia.

Karena ketulusan tanpa persetujuan adalah hina.
Karena kita hanya sepasang manusia biasa yang hina.

Hina karena buta. Hina karena tak mampu mengakui makna ketulusan.

Ah, bukan, mungkin kita sedang tersesat dalam waktu-waktu hina.
Waktu-waktu yang terbuang sia-sia, karena tak lama kita saling meninggalkan.

Karena kita sepasang manusia biasa yang hina.
Mereka bisa meragu, kemudian cinta.
Kita bisa cinta dahulu kemudian pergi, karena merugi.

Hina bagi si manusia biasa untuk bicara kata tulus.

You Might Also Like

0 komentar

Cari Blog Ini