Pembawa Cahaya?

10/14/2015 11:15:00 PM

“Bu, maaf mengganggu. Mau minta tolong, ini bacaannya apa ya?”, tanyaku pada seorang perawat berseragam coklat—PNS di hari Senin—yang sedang menginput rekam medis pasien ke komputer.

Ya, tulisanku memang hampir seburuk itu, beda tipislah. Mungkin seharusnya, mungkin aku berbakat di bidang yang tulis menulis tulisan tangannya seperti tauge tumpah itu. Ah, si bodoh kembali bergumam akan hal-hal yang berujung dengan niat menyia-nyiakan hidup.

Sudahlah, sudah cukup. Ini tahun ketigaku. Mungkin, aku cukup gila untuk terus menyia-nyiakan hidup, sayangnya dulu aku tak cukup gila  untuk berani mengambil resiko.

Pagi itu hari pertamaku di bagian poli umum, menanti pasien dari ruang pemeriksaan dokter untukku wawancarai, menggali data anamnesis kemudian diberikan konseling dan intervensi. Ya, aku kewalahan membaca resep dokter dan rekam medis, yang berisikan gurat tak jelas, seperti tauge tumpah di secarik kertas tipis itu.

“Donperidon 3x1, Norit, Ranitidin, paracetamol....”, jawab ibu perawat tersebut.

Pasien ini menderita diare. Pertama kali ku menghadapi pasien, YEAH.

Jadi, kali ini aku akan bermonolog dengan aksara tentang pengalaman baruku? Ah, nggak juga. Tetap saja deretan aksara ini akan menyinggung ke sisi dramatis, ya biarkan ‘kan si baper.

Pagi itu, aku seharusnya terbangun, tersadar, tergerak, tergugah, dan ter ter lainnya, mengenai apa yang aku lakukan, apa yang sedang aku jalani, pahami dan resapi. Sejujurnya aku pelan-pelan mencoba menghadirkan hati, pada ilmu yang kutekuni. Sungguh tidak lagi aku iri, penuh sesal, ingin lari dari semua ini. Ah, kasarnya nasi sudah jadi bubur, atau kalau kata orang sudah terlanjur basah nih nyemplung aja sekalian.

Bego. Kok ada ya orang kayak gue? Banyak sih. Hahahahahahaha

Begitu luas, banyak dan rumit tantangan yang dihadapi oleh profesi ini kelak. Maka dari itu, membesarkan hati mungkin aku memang orang-orang spesial yang terpilih. Atau seperti kata Salim Fillah, aku mungkin salah satu si pembawa cahaya itu J

Jadi, kenapa ragu?

Keraguan sering datang dari orang-orang terdekat. Mereka tak peduli atau menganggap hal kecil ini remeh. Tapi remeh-remehnya ini yang justru berpengaruh di saat-saat aku mulai meneguhkan segala keraguan ini. Ya, mungkin aku kurang kasih sayang sekaligus perhatian, udah biasa kok. Udah gitu aja.

Lalu apa yang membuatku tetap tegar meneguhkan keraguan?

Cobalah melihat dari banyak sisi. Itu jawabku.

Mungkin kedua orang yang paling berjasa dan berpengaruh di hidupku, tak terlalu peka akan hal ini, tapi aku merasa dan membaca, kali ini aku memilih jalan lain di luar pengaruh mereka, bukan untuk jadi orang berjas putih dengan tulisan tangan tauge tumpah itu, sehingga ya begini adanya aku merasa dan membaca ada makna tersirat dari kata-kata,”Ya kamu yang paling ngerti yang terbaik buat kamu, Mamah Papah Cuma bisa mendoakan apapun yang terbaik buatmu, coba dekatkan diri selalu pada Allah”, begitulah jawabnya dari setiap celoteh dan keluh kesah masalahku. The worst thing ever of being adult.

Karena di sisi lain, ada orang yang berbangga dan antusias bahkan iri untuk bisa ada di posisiku. Posisi yang sebenernya masih linglung dan bimbang aku dimana dan harus apa. Ya, aku menjalani setiap rangkaiannya sambil memaknai.

SABAR. KELAK AKAN KU BUKTIKAN. TAK LAMA LAGI.

                                                                                                                                                                     @amalinair

You Might Also Like

0 komentar

Cari Blog Ini