Noneless
8/09/2015 09:46:00 PMTestimoni...
Sy merasa beruntung dgn kondisi sekarang ini, bisa sangat lebih baik dr kondisi ketika saya kecil, remaja, dan beranjak dewasa yg penuh dg kekurangan.. Hidup di gang disalahsatu kawasan kumuh di Jakarta...satu persatu perjalanan hidup dilalui dengan mudah, mulai dari sekolah selalu mendapat nilai baik, kuliah bisa selesai dg segala ketetbatasan dan mendapatkan pekerjaan dg mudah...
Semuanya tak lepas dari doa ibunda (almarhumah) yg setiap malam (jam 3) bangun untuk bersujud, membaca yasin, arrahman dan al mulk serta mendoakan anak2nya dan memohon rezki yang selanjutnya pergi ke pasar membeli kebutuhan untuk diolah menjadi lauk pauk dan dijual di warung nasi (warteg).. Sepengetahuanku, bunda rutin melakukan itu dan akan lebih khusus lagi pada saat anak2nya menghadapi ujian sekolah atau test pekerjaan.
Semoga testimoni ini menjadi pembuktian bahwa Ridho Allah adalah ridho orangtua, khususnya ibunda. Jangan pernah membuat hati bunda sedih karena arsy allah akan bergetar ketika tetesan air mata bunda akibat perilaku anaknya. Jangan pernah membuat bunda murka yang akan mengakibatkan bunda mengucapkan sumpah serapah karena ucapan bunda adalah doa..
(Palangkaraya, 9/8/2015)
Ya, hampir berbulan lamanya setelah Papah membagikan nasihatnya di grup sosmed keluarga besarku. Mm, bukan nasihat beliau sebut sih testimoni. Kala itu atau kuanggap hingga saat ini, keadaan kelompok masyarakat terkecil-ku sedang berbeda atau sudah berbeda. Entah, roda hidup kami yang berputar atau kami yang termakan waktu jadi usia namun kurang mawas diri. Entah.
Ku rasa, mungkin hal tersebut juga yang mendasari Papah menuliskan testimoninya. Aku yang terpaut banyak jarak ini, bisa apa selain mendoakan terlebih sekilas bertanya kabar?
Kabar perih, ya cukuplah membuat kelopak mata basah.
Kalau saja cukup membuatku perih, apalagi bagi beliau-beliau.
Sekali lagi, ku membaca deretan huruf di atas, sungguh kalau saja kami-ke-3 anak tak tahu diuntung ini-sempat membuat Arsy Allah bergetar, sungguh tak ada niat tak ada kesengajaan, ya aku memang si sulung yang tak tahu diuntung.
Aku kini tak tahu harus mengiba pada siapa, mengiba akan keadaan yang terlihat baik-baik saja. Namun dalam mimpi di tidurku selalu terbawa. Keadaan itu menekan bathin, terbawa ke alam bawah sadar, aku khawatir.
Akan apa-apa yang terjadi di tempat terindah duniawi itu, ya rumahku surgaku. Bisakah kembali lagi ke waktu dulu agar kami meresapi kiasan surga dunia itu?
Karena nyatanya, sekarang semua berbeda. Banyak yang terasa tersembunyi atau aku yang kurang memahami. Bisa jadi kami yang kurang mensyukuri?
Ingin kudengar kembali, ayat yang berkali diulang pada surah arRahman. Sering kali, dibaca sesudah maghrib oleh laki-laki nomor 1 di hidupku itu. Agar kami segera dan selalu meresapi ayat itu, agar kami selalu di jalanNya melalui nahkodamu, Pah.
Teruntuk laki-laki nomor 2, yaa aku hanya merindukan senyuman dan tawa lepasnya saja, agar semua tak ditutup-tutupi, seharusnya kamu belajar dari ilmu klasik bangkai, maka berpeganglah pada kejujuran. Kemudian laki-laki nomor 3, teruslah tumbuh dalam keceriaanmu, karena kelak kau kan hadapi dunia yang jauh lebih buruk dari yang ku tahu.
Ya, lewat kalian aku banyak mendewasakan diri, Dek.
Adakah terkhusus untuk wanita nomor 1 dalam hidupku? Tidak, tidak banyak. Karena sudah terlalu banyak gurat letih di wajahmu, banyak luka yang kami ukir, kami? Bukan, bukan kami, akulah yang mengukirnya.
Semua punya noda, maka ku ikhlaskan saja noda-noda itu. Jikalau diantara kami ada noda yang membandel, mungkin melalui doa-doa kepadaNya semoga bisa dibersihkan.
Ku harap semua baik-baik saja, maklum sisi pesismistikku sedang dominan. Ditambah lagi overthingking ini. Yaaa, kalaulah tak ada gunanya, kuanggap ini renungan di pagi buta.
Ps. Mah, Pah, Dek ketawa-ketawa bareng lagi yuk :)
0 komentar