Throw Back to RSJ
5/11/2013 01:40:00 AM
Hening.
Keadaan yang gue dapati bahkan di dalam otak gue. Entah karena terlalu banyak kecamuk dalam
pikiran terutama dalam hati sih L. Masih dari Bogor pada malam-malam mendung
kelabu, dengan koneksi internet yang malam ini tidak bisa diandalkan. Setelah sebulan lebih akhirnya gue memaksa
diri membuat postingan kembali.
Semuanya terasa berlalu dengan begitu cepat, ketika gue
bangun pagi dan enggak ada lagi sensasi buru-buru atau bimbang harus ke sekolah
dengan cara apa. Engga ada lagi perasaan
menggebu menantikan tanggal merah di kalender.
Ya engga ada lagi konspirasi semesta yang membuat gue berbunga-bunga
akan doi karena tanpa meragukan keagungan semesta, rasanya terlalu mustahil
konspirasi semesta akan lebih kuat jika gue sampai bertatap muka dengan doi di lain
kesempatan.
Sedih. Ya sedih banget, gimana ya? Lemes. Canggung, ketika elo jalan ke mall terus atau
mungkin sempitnya naik angkot deh, elo liat orang berseragam dan jleb...ah masa
seragam gue sudah selesai.. mmm, hampir deh bukan sudah.
Mengenai tahapan yang gue bilang di postingan sebelumnya,
yaitu UN. Belum gue ceritakan sih, yaa
diluar rencana, janji, dan harapan. Nyatanya
dengan beribu pemberitaan dan fakta yang gue jalani, UN 2013 untuk angkatan gue
ini memang fail abis. Disamping dari soalnya yang subhanallah, sarananya pun amit-amit
parah. Isu 20 paket demi memajukan
tingkat pendidikan sih gue percaya dan gue terima-terima saja, tapi malu lah
pemerintah yang bullshit abis bukan karena
masalah pencetakan dan pendistribusian soal yang ceritanya anak sekolah sang
korban macem gue ini engga tau apa-apa, masalahnya gue sumpah masih mendengar
cerita 4 mata nyata, tentang tersebarnya kunci jawaban...miris. Bukan iri.
Gue engga ngerti lagi sama oknum biadab yang di masa ini masih aja
merusak dengan cara kayak gitu. Bukan
mau jadi pahlawan atau jadi siswa sok bersih dan lurus, gue memang abu-abu tapi
gue bisa saja menjadi putih disaat seperti UN karena gue masih punya urat malu
sama banyak pihak. Sekolah bertahun-tahun
masa sih engga ada yang nyangkut, apalagi intensif bimbel apalah. Seminimal kemampuan
manusia normal tanpa riset apapun sih gue yakin kita semua mampu! Tapi
jahatnya...keyakinan itu dibunuh, dengan seenak udel meningkatkan kesulitan
soal UN kemarin-__-
Ibaratnya kita anak paduan suara di bagian tenor yang udah
teruji tiba-tiba disuruh tampil di bagian bariton kan berantakan.... AH
SUDAHLAH! Seperti kata pepatah bijak UN, ‘datang, kerjakan dan lupakan..’ tapi
sungguh aku tak mampu untuk melupakannya.... kan najis kanL
Bulan Mei memang menakutkan sungguh deh! Pertama di awali di
6 Mei, ketika pengumuman poltekkes Jakarta diumumkan. Gue mendaftar disana melalui rekomedasi teman
dan Ua gue. Namun menyakitkan dan
menyedihkan. Senin itu pengumuman
keluar, gue dan kedua teman gue lolos seleksi pertama dan diharuskan
melanjutkan ke tahap berikutnya dengan melakukan uji kesehatan. Uji kesehatan tersebut hanya diberi waktu 3
hari terhitung dari hari Senin. Senin
dengan bahagia nyokap gue memberi kabar ke berbagai kerabat kalau gue diterima
di Poltekkes padahal sudah gue tekankan kalau itu baru seleksi awal. Dengan yakin beliau mengatakan kalau gue
sudah pasti lolos. Sialnya Selasa gue
ada foto buku tahunan sekolah. Oke Rabu gue janjian untuk uji kesehatan bersama
2 teman gue itu. Salah seorang teman
melalui telepon menyetujuinya. Tapi di
Selasa pagi yang indah itu, gue bermaksud basa-basi sms teman gue yang lain...dan
ternyata mereka sedang menuju RSUD untuk uji kesehatan duluan, jleb. Oke gue merasa terkhianati...lebay sih
hahaha.
Dan Rabunya dengan semangat 45 gue bermaksud melakukan uji
tersebut, serasa dihalangi ribuan rintangan. Printer di rumah rusak, warnet
masih tutup, ade gue sama nyokap lelet beres-beresnya, pas di jalan salah
jalan, lewat lampu merah yang seabad. Sampai di RSJ. Marzuki Mahdi, tunggu dulu
kenapa RSJ? Jangan suudzon gue masih waras hingga detik sampai di parkiran RS
tersebut. Namun kemudian masuk ke dalam
dan.... keadaan di dalam sungguh tidak waras.
Bukan karena itu RSJ dan berisikan pasien sakit jiwa, tapi RS tersebut
termasuk RS daerah yang sudah membuka berbagai poli lainnya, yah harusnya ganti
nama jadi RSU sih-__- Keadaan di sana
rame banget men, semrawut, berantakan ga jelas mana ruang tunggu pendaftaran,
ruang tunggu poli dan di depan loket obatnya subhanallah deh udah kaya terminal di minggu-minggu mudik,
gile! Gue ngga ngerti harus mulai
darimana akhirnya security wanita menjelaskan pada gue untuk mengisi form
terlebih dahulu, setelah diserahkan gue mencoba sabar sambil memperhatikan
keadaan sekitar yang.....menyedihkan. Bagaimana dikatakan taraf kesehatan negeri
ini rendah? Beginilah keadaanya...
Seorang Ibu tua tergopoh menuntun wanita muda dengan perut
besar tiba. Dengan wajah bingung
celingukan diantara keramaian tersebut.
“Ada yang bisa dibantu bu?”, tanya security ramah.
“Ini mau periksa kandungan... tadi berdarah”, jawab ibu
bingung, terbata dengan logat kampung.
“Poli kandungan sudah tutup bu, ada jaminan kesehatan?”“Ada jamkesda... tapi ini udah berdarah”
“Jamkesda ngantri bu dari jam 6 pagi, maksudnya berdarah bu?, tanya security yang juga perempuan dengan polos atau dungu.
“Iya kata bidan suruh di USG sudah berdarah....”
“Tapi dokternya kalau jam segini sudah tidak ada bu....”
Si Ibu pasrah pulang.
Kemudian di lain sisi gue menangkap pembicaraan lain yang
absurd tapi bikin miris.
“Siang bu, mau ke poli apa?”, tanya security lain.
“Mau nebus obat”, jawab seorang ibu singkat.
“Iya sebelumnya mau ke dokter siapa bu? Sudah periksa?”“Engga, mau nebus obat.”
“Maksudnya gimana bu? Sudah ada resepnya?”
“Ini mau ambil obat yang biasa...”
“Oh poli kejiwaan kan bu? Obat yang 7 bulan sekali, silakan ambil nomor antrian dulu ini bu tunggu di sana.”
Si ibu yang bersama seorang perempuan pun menurut. Gue pun nggak ngerti yang harusnya ke poli kejiwaan sang ibu tersebut atau perempuan yang bersamanya karena sedari tadi hanya diam tanpa membantu menjelaskan pada security, atau mungkin sang security yang sudah tak waras juga.
Oh... Tuhan.
Setelah banyak percakapan absurd, sedih dan miris lainnya
yang masuk di telinga gue saat menunggu antrian di ruang tunggu yang sangat
ramai siang itu, akhirnya nama gue disebut.
“Amalina! Amalina!”
“Iya...”, sahut gue setengah berlari.“Mau ke poli mana mba? Kok bagian tujuan kliniknya nggak di isi?”
“Saya mau medikal cek up, mas”
“Sudah puasa dari jam 10?”“AH? Kenapa mas?”, tanya gue heran sekaligus takut salah dengar.
“iya kalau mau MCU harusnya puasa dari jam 10 malam? Memang ngga dikasih tau? Itu pengantar darimana coba saya lihat?”
what the piiip!? Puasa..?
apaan pula ini? Mana gue tau, harus puasa.......
“engga.. engga
puasa dan engga tau”, jawab gue polos dan terlalu jujur.“Oh iya kalo MCU puasa dulu, saya tuliskan dulu datang lagi hari Jumat mba?”, jawab si mas-mas sok ngatur dengan tak acuh.
“Ah ga bisa Jumat, besok harus diserahin nih. Kalau
satu-satu ke poli nya gimana?”
“Bisa sih mba, tapi biayanya lebih mahal. Mata 81 ribu,
telinga 70 ribu........”, bla bla dia pun nyerocos.“Iya gapapa deh, eh tapi ini fisik gimana?”
“Nah itu harus MCU, kita ngga bisa ngeluarin data gitu
aja......”, bla bla bla fvck that what gue pun pergi dengan kesal. “Yaudahlah
ga USAH!”
Gue menghampiri nyokap yang nunggu di luar karena di dalam
ramai banget. Menjelaskan apa yang
terjadi....... gue diceramahin kenapa gue terlalu jujur, bilang aja puasa. Kenapa
gue ngga tahu kalau harus puasa, terus sekarang mesti gimana...dan yang
lain-lain. NGGAK terasa dada gue rasanya
sesak, sakit, nangis.
Kewarasan hilang. Bodo amatlah orang-orang ngeliatin,
sesenggukan gue bilang, “percuma juga kalau udah mahal-mahal mcu terus keterima
tapi nyatanya aku ngga ambil, sebenernya juga aku ngga serius.”
Nyokap gue langsung diam, gue kira mereda. Bokap nelpon berkali-kali, akhirnya gue pergi
ke RS. Karya Bhakti yang letaknya persis di sebelah RSJ ini. Dengan perasaan campur aduk gue mengendarai
motor, ngga taulah. Gue sampai lupa
bayar parkir di RSJ sang penjaga sampai manggil-manggil. Di lampu merah gue nggak jelas
diklakson-klakson mobil yang pengen gue teriakin, “KAMPRET lo semua!!”. Pas belok mau ke RS Karya Bhakti ada angkot
sialan bin fvck abis!! Dari jauh gue sudah nyalain lampu sein si angkot juga masih jauh eh dengan brengsek dia tinggal
sesinti dari gue ngerem mendadak hampir nabrak gue melotot pula, gue pelototin
balik sambil mengumpat nggak tau gue lagi pengen makan orang! Blablabla singkat
cerita RS yang indah dan nyaman itu tanpa bertele-tele menjelaskan kalau nggak
bisa memberikan hasil untuk pengantar poltekkes karena RS swasta......damn lah
hari itu sudah siang. Siasat terakhir
mungkin ke PMI kata nyokap gue, tapi gue melankolis tragis gini dengan asal
ngebut gue memilih cabut pulang.
Sedih iya. Malu
iya. Kesel banget. Gue malu sama diri sendiri, sama orang tua
gue, sama kedua temen gue, sama tempat bimbel gue yang gue bolosin berminggu-minggu
karena keperluan poltekkes dan....foto buta.
Karena gue sudah hopeless gue
hanya akan menjadi ‘arem-arem bertiara’ di buku tahunan nanti. Kemudian sebuah quote membesarkan hati gue ‘You
don’t have to walk on the road that you don’t want to’.
Arem-arem bertiara :" |
Tarik napas... AH
sudahlah! Memikirkan perasaan kedua orang tua gue yang rasanya mereka lebih
berkorban dibanding gue mengenai ini.....sorenya ketika bokap pulang gue lebih
banyak diam, merasa bersalah beliau yang rela macet-macetan dari kantor
bolak-balik poltekkes buat mengantar gue kemarin-kemarin. Sampai gue tahu
mereka benar-benar tidak mengungkit tragedi tadi siang J
Terkadang gue pun masih bingung sendiri the road yang mana yang gue
inginkan sebenarnya. Apa gue sungguh-sungguh mengginkannya?.... saat to SBMPTN
pun berkali-kali gue milih macem-macem jurusan, pembahasannya pun engga pernah
gue hadiri. Kurangajar? Ya gue
akhir-akhir ini menjadi amat sangat kurangajar.................maafL
Masih dari bulan Mei dan penentuan hidup gue ada di tanggal
24 yang hasilnya kurang lebih bisa gue prediksi, UN gue? Begitulah.... Kemudian
tanggal 28, nah ini matilah gue!? Pils jangan buat gue mati, ah semesta AKU
MOHON, sampaikan ratapan makhlukNya yang hina ini pada Pemilikmu!!
Kapan gue dewasanya? Cobaan kayak gitu aja gue nyerah, gue
nggak serius. Tanggung jawab bimbel yang ngga wajib aja gue sia-siain. Pikiran
tentang doi gini aja mengganggu abis dan susah rasanya buat kasih tau ke benda
hidup di sekeliling gue. Harta simpanan semasa
jadi anak sekolah abis gitu aja padahal masa pengangguran panjang ini sangat
menguras biaya. Ah parasit kadang destruktif rasanya..........
So I tuck myself in and turn
my night light on
Wish I'd never grown up
I wish I'd never grown up
Oh I don't wanna grow up, wish I'd never grown up
I could still be little
Oh I don't wanna grow up, wish I'd never grown up
It could still be simple
Oh darling, don't you ever grow up
Don't you ever grow up, just stay this little
Oh darling, don't you ever grow up
Wish I'd never grown up
I wish I'd never grown up
Oh I don't wanna grow up, wish I'd never grown up
I could still be little
Oh I don't wanna grow up, wish I'd never grown up
It could still be simple
Oh darling, don't you ever grow up
Don't you ever grow up, just stay this little
Oh darling, don't you ever grow up
-Taylor Swift, Never Grow Up
@amalinair
0 komentar