STAN : Seru Tapi Agak Ngenes

2/10/2014 04:50:00 AM

Haloha! Lapuk dan bapuk inilah liburan gue. Dipenuhi rinai hujan, ditinggal oleh sang mentari, halah kali ini gue bukan ingin spam sok sok puitis. Yap! Apa yang gue lakukan selama liburan ini? Tidur, bukan...! Hibernasi.

Masih dari tengah malamnya kota Bogor yang..basah, menuju H-7 kembali ke kehidupan.  Bersama desing kipas angin dari kamar yang-agak-lebih luas dari kamar kost, 1.57 am (tetap)ditemani rintik hujan di luar, mari ber-spam-spam ria di postingan kali ini.

-***-

Bersama geng alay gue kembali mengalay di luar kota Bogor yang sekelumit ini.  Tujuan kali ini gue tentukan untuk menyambangi kostan seorang teman di daerah Tangerang Selatan. Salah satu dari geng alay ini, Aul. 

Di Sabtu pagi yang tak begitu cerah kami berencana untuk pergi.  Sebelumnya terjadi prahara di grup line karena Nadia yang mendadak tidak bisa ikut dengan alasan yang berhasil membuat gue mencak-mencak. 

"Besok mau ngapain?", tanyanya polos.

Beberapa saat kemudian...

"Maaf ya Nadia besok ga bisa ikut.  Kalian aja yang pergi, Nadia ga apa-apa kok."

"Kok gitu sih Nad, kan udah diomongin dari kapan tau......" dan blablabla bacotan ceplas-ceplos gue pakai emosi kala itu...yang akhirnya gue putuskan untuk menghapus chat history-nya.

Ini bukan soal tidak pengertian atau kesetiakawanan.  For the God sake, rencana buat kealayan part sekian ini, sudah lama dibicarakan, sudah jelas ditentukan.  Gue yang akhirnya tidak menghadiri reuni SMA, Selvi yang akhirnya izin latihan odori dan Aul yang sudah terlanjur tidak pulang di akhir minggu.  Kemudian Nadia membatalkan sepihak dan menyuruh kami untuk pergi tanpanya.  

"Gue kan maunya kalian tuh lengkap....bukannya gitu..."

"Udah, udah Mal, sabar....", Selvi menenangkan-_- hahaha

Nad.....as always.  Inilah teman kami yang dengan sifat ke-ade-an, kemudian gue muncul dengan se-ceplas-ceplosnya kekesalan gue kala itu.  Selvi yang lebih baik memendam perasaannya dan Aul yang lebih kalem-kalem tak ada masalah.

Sebut gue egois....wft. Maksud gue kenapa sih enggak noticed sedikit pun sama kita...i mean KITA. Dan kita-nya ini dianggap apa sih? Sampai ada alasan-yang ga bisa gue jelaskan disini-yang kayak gitu. 

Fyuh..huh hah.  Singkatnya pagi itu setelah meneleponnya, Nadia berniat ikut bersama kita.  Tapi prahara huru-hara tidak sampai disitu.  Janjian di stasiun Bogor seperti biasa disepakati.  Gue dan Selvi seperti biasa pula terjebak macet luar biasa di Jalan kesayangan kota Bogor ini, ditambah adegan nyasar gue dan Selvi tiba di stasiun lebih lama dari dugaan...kemudian berhasil membuat Nadia berderai air mata hahahahaha

"Nad dimana?"
"Di pintu masuk stasiun, iih kalian dimana.  Ini gua udah nunggu sejam, kepanasan."
"Pintu masuk mana? Ini kita di depan loket, deket dunkin."
"Ih gatau iih, gimana terus. Nadia udah nunggu lama ini teh, gatau iih"
"Yaudah beli tiket aja ketemuan di dalem Nad"

Mati....

"Nad gimana?"
"Gatau iih, gua kan gatau."
"Yaudah itu beli aja yang kayak gue sms ke elo"

Mati.... Kemudian gue dan Selvi membeli tiket dengan teknologi baru, yang berbentuk kartu, yang berhasil membuat kelanjutan prahara.

Di dalam stasiun diantara peron-peron gue tak juga bertemu Nadia.  Sampai akhirnya terlihat sesosok berbaju merah berjalan tergesa. Setelah terlihat lebih dekat wajahnya pun memerah, perpaduan antara kepanasan, marah dan mau nangis hahahaha. 

"Ih kalian tuh kemana sih?! Gua udah nunggu sejam, kepanasan hiks terus harga tiketnya berapa hiks?"
"Iya atuh kita ga tau elu masuk dari pintu itu, kan biasanya juga pintu yang dunkin.", jawab gue tetap ngotot wkwk
"4.500 nad, iya macet tadi nad terus kita  nyasar", jelas Selvi menambahkan.
"Tuh kan kok gua mahal banget 9500, iih kan salah.  Dibilangin gua kan gatau tuh kan mahal banget, ah tadi mending ga usah ikut kan iiih mau pulang aja inimah", Nadia pun memuncak saudara-saudara.
"Lah kok bisa beda? sama kan kayak yang gua bilang Jatinegara nad?"
"Gatau iih emosi banget ini teh, ayo ih coba tanya ke loketnya lagi.."

Gue, Selvi celingak-celinguk.
"Sini dah minggir dulu panas tau", Selvi mencoba mengalihkan perhatian.
"Ayo deh kita ke loketnya! tanyain", gue kembali modal nekat.

Sesampainya di depan pintu yang berpalang-palang, Nadia menemui petugas berhelm proyek putih. 

"Pak, ini kok saya sama temen saya beda harga tiket sih?!"
tampak depan kartu PT KAI
"Beda apanya mba?......." blablabla sang petugas menjelaskan tentang sistem kartu dengan asuransi 5 ribu rupiah tersebut yang sebenarnya dapat diuangkan kembali nanti. "....gimana ngerti?", tanyanya sewot mengakhiri.
"Engga..!", jawab Nadia desperate.
"Hah?..."cengo Selvi.
"OH iya iya pak sip, ngerti negrti...", jawab gue kembali sok tahu to the max, yang sebenarnya masih meraba-raba maksud omongan petugas tersebut.

tampak belakang
Petugas tersebut pun meminta struk pembelian tiket gue dan Selvi sambil kembali menjelaskan kepada ketiga remaja-alay-tanggung-polos-lemot ini hahaha.....Sampai tawa Selvi membahana, terbahak-bahak karena kedramaan Nadia dan kebodohan kita.  Akhirnya "oooh" yang panjang terdengar, sambil diiringi tawa Selvi, muka sedih Nadia dan ekspresi muka gue yang begini adanya, kami memasuki kereta.

Tercipta hening yang cukup panjang diantara kita siang itu, sampai akhirnya Selvi mencairkan suasana, gue yang tetep batu lurus memperhatikan sepasang kekasih di depan gue yang hahahihi kok cowoknya mirip Egi tetangga gue ya? hahaha.  Nadia akhirnya bersuara, kemudian Selvi menganggap cowok itu lebih mirip cowok barunya-__-,,,,,dan prahara mereda saat kami mulai selfie bertiga : )


Niat awal berkunjung ke kostan Aul adalah untuk berbelanjan ke Tanah Abang yang terkenal itu.  Kami pun turun di stasiun Tanah Abang bermaksud untuk bertemu dengan Aul...yang ternyata belum juga tiba disana.  Dengan berat hati kami bapuk menanti Aul di stasiun padat pengunjung tersebut.  

Setelah Aul tiba pengelanaan dengan kru lengkap pun dimulai.  Tujuan awal siang itu ke warteg terdekat karena Selvi sudah hampir mati kelaparan.  Saat berjalan menuju pusat perbelanjaan terbesar itu, spontan Selvi menemukan warung makan dan kami digiring masuk ke sana.  Setelah selesai mengisi perut, kemudian membayar, kami melanjutkan perjalanan...its literally jalan-jalan. 

"Eh kok makan gue tadi paling mahal ya?"
"iya siah, Mal.....aneh"
....

Singkat cerita kami tiba di pusat tekstil  yang katanya terbesar seAsia Tenggara itu.  Tapi....sumpah loo, memang besar dan luas, gila rasanya kaki gue bener-bener potek padahal baru mengelilingi sebagian kecil komplek pertokoan tersebut.  Setelah puas dengan jinjingan masing-masing, selebihnya sih menurut gue setelah lelah tidak sanggup lagi muter-meter, karena dasar wanita....setelah berputar dari ujung timur ke barat tetap saja pilihan kembali ke awal di ujung timur.  Sesekali kita berhenti, napas....hosh hosh, di pinggir tangga atau lift yang kita dapati, bersama banyak gerombolan Ibu-ibu yang bermuka sama dengan kita, muka bingung hilang arah. Gue rasa butuh peta buat menjelajahi pertokoan ini. 

Bersusah payah kami mencari jalan pulang, jalan yang sama dengan jalan datang tadi.  Pemberhentian terakhir di sebuah kios kaki lima dibumbui dengan tragedi.......Selvi (hampir) jatuh ke selokan. 

Gubrak. Aw. 
Gue nengok, "Selp, kenapa lu? Aduh sakit ga?", cuek lanjut nego sama mba-mba kios.
Aul nengok....tak berkata, cuek lanjut ikutan rayu mba-mba kios.
Tukang dompet di emperan kios, heboh. "Aduh neng kenapa? Aduh sakit ga itu? Iih ditolongin dong temenya! Aduh ngantuk bukan? Ayo bangun-bangun lemes ya?" -___-
Nadia bangkit nolongin, "Selvi kenapa, ga apapa?", kalah cepet sama si abang tukang dompet.
Selvi meneyeringai....."Ga papaa kok."

hahahahahahahahahahahahaa

Hari sudah sore ketika kami kembali ke stasiun dan menuju kostan Aul. Kami harus kembali naik kereta, berjalan kaki cukup panjang.....sampai akhirnya belum sampai juga, ya harus naik angkot lagi dan jalan lagi. Rasanya tak sejauh bila mengingat jarak rumah dan kostan gue, AHSU DAHLAH....  Di perjalanan menuju angkot berada, kami menemukan stand Cappuncino Cincau, apa itu? Nah kan gatau kan?! Gue juga...!! Kemudian gue ditertawakan, "Ah serius lo gatau Mal?" -___-

"serius ih" gue menjawab yakin, "belom pernah denger gue apaan itu?"
"hahahahaahaha demi apa? ga ada di jogja?"
"wkwwkwkwk"
"alay loo ah"
"Yaudah beli deh, cobain tuh"

Beruntunglah matahari kala itu memang terik dan ejekan senada membuat gue akhirnya jadi mencoba minuman yang katanya sedah lama terkenal itu.  hell ya, sudah berapa lama gue hilang di peradaban?

Turun juga kita dari angkot setelah menempuh perjalanan panjang, ternyata perjalanan jalan-jalan kaki masih berlanjut.  Tapi setidaknya hawa perkomplekan kampus STAN ini sedikit menyejukkan.  Kami memutuskan rehat sejenak di pelataran kampus si Aul tersebut, sambil kembali berfoto-foto ria di trademark bagian depan kampus itu. 



Setelah puas, perjalanan kembali dilanjutkan.  Mendaki perkampungan, lewati kandang kambing...sampailah kita di kostan Aul.  Bersih-bersih cantik pun dilaksanakan setelah lelah menjelajah.  Nadia memutuskan kopdar dengan teman SMA yang berkampus sama dengan Aul dan kost di daerah sini.  Setelah maghrib, kami bermaksud menemuinya sambil mencari makan malam.  

Dan.....tetretet.... perjalanan jalan-jalan kaki pun berlanjut.

Dengan medan dan keadaan lebih seru tentunya.  Di bawah langit malam tanpa sinar rembulan kala itu hehehe kami menjelajah kampus menembus kampung demi kampung, gang, jalanan, kebun bahkan jalan setapak.  Berasa ada di adegan lintas alam malam, perjalanan kami malam itu diiringi tawa ngakak saat menemui remaja tanggung bonceng tiga ala cabe-cabean, hening kaku saat melewati pojok persimpangan jalan dengan gerombolan remaja yang nangkring di atas motor mereka sampai panik takut ketika melalui gang bernama gang po*cong. 

Akhirnya Nadia bertemu temannya...lapar sudah mendera di level maksimal.  Tanpa basa-basi kami memutuskan makan Nasi goreng yang terlihat ramai. Dan gue harus menarik nafas panjang lagi....bahkan membayangkan ulang untuk menceritakannya pun gue ga sabar, asli. 

"Bu nasi goreng 5, 2 pedes, 3 sedeng.  Makan sini", seru Aul memesan.

Bla bla bla beberapa menit kemudian....."nasi goreng 5, 2 pedes, 3 sedeng.  Makan sini?", si Ibu kembali mengulangi pesanan..baru di masak.

Bermenit-menit kemudian...Nasi goreng tersaji. 

"Kurang 2 ya? Pedes 1 sedeng 1", jelas si Ibu.

Beribu tahun kemudian, "eh gue duluan ya, laper banget ini", seru Selvi yang diikuti gue dengan menyendok Nasi yang mulai dingin.

Nadia dan Aul tetap terus tabah dan bersabar menanti sepiring Nasi goreng masakkan sepasang suami-istri tersebut yang terlihat mulai beruban namun tetap kompak menyajikan nasgor yang dinanti deretan sepasang mata kelaparan ini.....

Berjuta tahun kemudian, Nadia dan Aul masih terus setia dengan penantiannya.  Saat piring gue sudah tinggal setengah dan gue mulai emosi, saat Aul menyebut-nyebut korsa untuk makan bersama, saat Selvi gatau artinya korsa, kemudian gue dan Aul menjelaskan sampai Selvi paham, saat sisa kesabaran telah menipis.....Atas nama korsa, sampai piring estafet dari meja ke meja entah nasi siapa milik siapa, kedua piring yang dinanti itu tak kunjung hadir mengisi kekosongan perut malang Aul dan Nadia.

Kesabaran, telah usai bagi Aul.  Ia melahap Nasi di piring gue, menghabiskannya sampai tandas tak bersisa.  Kemudian Selvi yang menyerah dengan isi piringnya karena didera sariawan dan gue yang menghabiskannya.  Penantian Nadia juga berakhir, saat menyuap 3 sendok terasa sudah mengenyangkan karena kenyang oleh penantian panjangnya. 

Dengan innocent sepiring nasgor pedas hadir diantara kita...............kami pun mengacuhkannya, tapi tak mencampakkan begitu saja.  Nasgor yang penuh penantian itu pun akhirnya di bungkus.

softlens baru, sist
Lelah dengan hari itu, sesampai di kamar kost Aul kami tak langsung terlelap.  Ada adegan tutorial pemasangan softlens oleh Nadia kepada Selvi yang newbie dalam memakai softlens, sambil berderai air dan penuh histeria.  Ada adegan kibasan rambut yang baru di-smoothing.  Dan kisah-kisah lainnya. Kami pun terlelap dengan posisi seperti biasa sang tetua dan termuda di atas, gue dan Nadia di bawah dengan kasur pinjaman teman tetangga kamar Aul. 

Hebatnya, esok paginya gue yang bangun pertama hahaha tapi karena tragedi lain tragedi wanita-wanita di setiap bulannya. Sepanjang hari kami habiskan mengobrol segala jenis rupa apapun yang terlintas, tapi Selvi tetap merem-merem cantik. Sampai matahari meninggi, kami pun berpisah dengan Aul di angkot yang sama seperti kemarin, Aul menuju pusat perbelanjaan dan kami menuju stasiun.


Hari itu terik panas........kereta sepi...namun Bogor punya cerita lain, hujan badai menyambut kami sesampainya di stasiun Bogor.
Hari itu kami pergi menuliskan cerita...prahara ceria...
Hari itu menjadi kenangan lain...aku mungkin merindu...

Hari lain mungkin kita tak dapat bersua...banyak jarak...

   namun Bogor punya cerita, dimana ada kalian, dimana aku bisa menyebutnya, rumah.

@amalinair







You Might Also Like

0 komentar

Cari Blog Ini