Perantauan : Hujan

10/25/2013 09:44:00 AM

Yogyakarta, 19.27 malam Jumat masih di minggu UTS, 25o C kipas angin masih nonstop meniupkan energi positif dari kamar sepetak ini supaya gue niat belajar tapi apa daya tetap saja seperti ini hahahaha.  Mp3 galau masih terus mengalun padahal gue sendiri ga ada objek buat digalauin, yaa beginilah jam-jam gabut mahasiswa sekaligus anak kostan yang miskin, miskin duit sekaligus miskin sinyal.
Ah deymn! Susah! Gue berniat membuat paragraf yang baik di postingan kali ini.  Dalam rangka besok UTS bahasa Indonesia, tapi sulit kenyataannya.  Jadi syarat membuat paragraf yang baik itu ada...hmmm berapa ya? Bentar gue liat hand out dulu hehehe yaa gitulah pokoknya. :p
-***-

Rinai hujan basahi aku, temani sepi yang .......kala aku mengingatmu dan semua saat manis itu.
........
Segalanya seperti mimpi, kujalani hidup sendiri.andai waktu berganti, aku tetap takkan berubah.
.....
AKU selalu bahagia saat hujan turun.  Karena aku dapat mengenangmu, untukku sendiri...
Selalu ada cerita tersimpan di hatiku, tentang kau dan hujan....tentang cinta kita yang mengalir seperti air.
AKU bisa tersenyum sepanjang hari, karena hujan pernah menahanmu di sini, untukku...
Utopia-Hujan

Ini bukan cerita antara aku dan dia, aku dan doi ataupun dia dan doi.  Ini hanya antara kita, aku dan hujan.  Ya. Hujan. Mungkin aku merasa dekat dengan hujan, karena aku tumbuh di kota yang disebut-sebut sebagai kota hujan. Ini karena begitu banyak rahasia antara aku dan hujan. 

Dari berjuta konspirasi alam yang ada, entah bagaimana aku telah jatuh cinta pada hujan. Hujan yang tidak pernah memihak.  Hujan yang apa adanya, turun atas kehendakNya. Hujan yang tetesnya membangkitkan memori, rinainya tempatku menggantung doa dan harapan, iramanya temanku di dalam sepi, sejuknya membawa kedamaian dan kedatangannya yang selalu kunanti.

Hujan adalah saksi dan ia akan selalu setia, meluapkan pedih dalam rima rintiknya kemudian membawanya pergi dalam aliran tenang. Percayalah tentang apa yang kurasa, hujan dapat membasuh pedihmu, mengeluarkan senyum hangat dikala dingin tetesnya bahkan gelitik tawa di hati.  Aku pernah bersembunyi akan kerasnya dunia dalam rinainya, membiarkan titik-titik basah mencairkan titik basah di kelopak ini. Aku sering menyebut pengharapan pada derasnya, mengharap konspirasi semesta dari sang Pencipta. Aku menyimpan kenangan dalam setiap paket hujan, anginnya, mendungnya, bahkan aroma tanahnya.  Aku suka hujan.

Segalanya seperti mimpi, kujalani hidup sendiri.
Andai waktu berganti, aku tetap takkan berubah.

Di sini di tanah yang berbeda, hujan pun berbeda. Semuanya tak lagi sama. Ketika aku menemukan hujan dengan subjek yang berbeda dalam keadaan yang lain.  Kala hujan membangkitkan memori, tersadar semuanya kini terasa jauh.  Bahkan seorang sosok yang dekat saat ini terasa lebih jauh dan aku yakin akan semakin menjauh.  Lalu pada siapa kini kuharus mengadu? Di saat hujan pun tak lagi sama dan ia pun tak kunjung datang. 

Gersang. Namun aku takkan jadi gersang, di teriknya siang, sendiri.
Muram.  Namun aku takkan terlihat muram, di keringnya malam, sepi.
                                                                                                       @amalinair

You Might Also Like

2 komentar

  1. *membaca**mengangguk-angguk**lalu berpikir yang nulis pasti bukan Amal* hahaha

    BalasHapus

Cari Blog Ini