Aku Kesal
3/28/2012 07:11:00 PMTerpendam. Tertutup. Tak terungkap.
Kecewa, sedih, marah, sakit, terkucil dan terabai. Semuanya rapat ku simpan.
Rasanya tak ada yang perlu tahu, selain Tuhan yang Maha Tahu. Menurutku siapa yang akan peduli tentang semua rasa itu, tak perlu ku bagi. Nyatanya dalam di dalam benak mereka semua rasa yang tak perlu dibagi itu akan menguak pergi dan bukan masalah bagi mereka. Jadi buat apa aku berbagi tentang semua rasa itu?
Siapa yang akan lebih memilih diberi kotoran dibanding sebutir gula yang manis? Tentu tidak ada. Toh, percuma saja aku berbagi semua rasa itu apa peduli mereka?
Mereka, bahkan orang tua ku takkan mengerti dengan pasti bagaimana rasanya dan aku harus berbuat apa selain menenangkan diri dengan mendekatkan diri padaNya. Karena nyatanya sebutir gula yang hakiki hanya ada di alam yang pasti abadi, alam setelah duniawi.
Tapi aku juga punya batas emosi, sabar ku telah habis meluap hingga batasan semu. Terangkum menjadi satu, ‘kesal’.
Ya! AKU KESAL!
Seperti ciptaanNya yang tak pernah saling membenci,
Bagai dedaunan yang dijatuhkan angin
Bagai karang yang terkikis ombak
Bagai batu kapur yang dipecah tetes hujan
Bagai dedaunan yang dijatuhkan angin
Bagai karang yang terkikis ombak
Bagai batu kapur yang dipecah tetes hujan
Aku tak pernah membenci mereka, tanya aku siapa orang yang paling bahkan pernah ku benci? Tidak ada.
Mereka yang memandangku sebelah mata, mereka yang mengabaikan ocehanku, mereka yang menganggapku ‘berbeda’, mereka yang mencurangiku dan mereka yang selalu menilaiku dari sisi kelam.
Sisi kelam itu sisi tak baik, tak baik itu buruk. Buruk. Ah! Bukan buruk, tapi tak mendekati baik ataupun buruk. Rupa dan perangai?
Aku bukan itik yang buruk rupa, namun aku tak mungkin dianggap the most gorgeus, ever seen. Aku tak pernah mengharap lebih untuk karunia ini. Tapi kesan pertama kali bersitatap denganku adalah ‘tak berkesan wajah yang mengesalkan’ yah begitulah aku. Satu lagi yang juga ku pendam, rasa kagum terpesona akan seseorang disana, aku rasa aku tak pantas mengutarakannya.
Perangaiku yaaaah menurut mereka aku, si tukang ngamuk. Itulah yang mereka anggap, mereka yang hidup berhimpitan sebuah dinding denganku, tetangga. Kembali karena nyatanya It's funny how you can do nice things for people all the time & they never notice. But once you make one mistake, its never forgotten. Bahkan mereka yang telah bersamaku lebih dari usiaku, orang tua. Tetap sama, aku si tukang ngamuk. Tanpa pernah tahu bagaimana aku di luar sana.
Di luar sana? Sepi sendiri saat tanpa orang tua. Tak bisa ku ungkapkan sepenuhnya selain pada mereka. Hanya mereka yang akan peduli, pikirku. Namun kesalahan pasti selalu terulang, aku tak pandai berterus terang, tak tahu cara mengukapkan perasaan, bicaraku banyak tapi bukan untuk itu.
Sekali lagi ‘AKU KESAL’!
Tangisan yang menjadi pelampiasan terakhirku. Deras air mata disertai anggota gerakku yang keras menghujam benda di sekelilingku, di rumah, di depan orang tuaku. Hancur. Sakit. Marah. Yaaa ‘AKU KESAL’.
Entah mereka pikir aku sakit mental tetap saja takkan mengerti atau mungkin aku benar-benar telah sakit.
“Aku tak pandai berterus terang, tak tahu cara mengukapkan perasaan, bicaraku banyak tapi bukan untuk itu.”
Maaf..
0 komentar