Manajemen Bencana di Masyarakat: Apakah BNPB dan BPBD Komando dalam KLB Keracunan Makanan?
3/14/2017 12:35:00 PMPendahuluan
Manusia hidup kerap kali dihadapkan oleh berbagai risiko yang tidak dapat dihindari dan dapat menyebabkan bencana. Bahaya tersebut mengarah pada kerugian harta benda, kecacatan hingga mengancam keselamatan jiwa. Menurut Undang-Undang No.24 Tahun 2007, bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam dan atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Proses dalam manajemen bencana diharapkan dapat menanggulangi berbagai kerugian akibat bencana. Penanggulangan bencana adalah segala upaya kegiatan yang dilakukan meliputi kegiatan pencegahan, penjinakan (mitigasi), penyelamatan, rehabilitasi dan rekonstruksi, baik sebelum bencana, pada saat terjadinya bencana maupun setelah bencana dan menghindarkan dari bencana yang terjadi (Yunasri, 2013). Oleh karena itu, diperlukan suatu manajemen bencana untuk mengurangi hingga menghindari berbagai kerugian akibat bencana tersebut.
Kejadian Luar Biasa Keracunan Makanan sebagai Bencana di Masyarakat
Bencana dapat dikategorikan menjadi tiga jenis yaitu bencana alam berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor, bencana non alam berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi dan wabah penyakit, serta bencana sosial yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror (UU RI, 2007). Salah satu jenis bencana menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2010), yang berkaitan erat dengan bidang gizi dan kesehatan adalah epidemi atau kejadian luar biasa (KLB).
Epidemi atau wabah yang disebut juga Kejadian Luar Biasa (KLB) merupakan ancaman yang diakibatkan oleh menyebarnya penyakit menular yang berjangkit di suatu daerah tertentu. Bencana ini termasuk bencana non alam. Menurut Yunasri (2013) beberapa wabah penyakit yang pernah terjadi di Indonesia dan sampai sekarang masih harus terus diwaspadai antara lain demam berdarah, malaria, flu burung, anthraks, busung lapar dan HIV/AIDS. Kondisi lingkungan yang buruk, perubahan iklim, makanan dan pola hidup masyarakat yang salah merupakan beberapa faktor yang dapat memicu terjadinya bencana ini. Selain berbagai wabah penyakit yang disebutkan di atas, KLB yang sering terjadi akibat kelalaian manusia adalah keracunan makanan.
Kasus KLB keracunan pangan disebut juga foodborne diseases, kejadian tersebut seperti fenomena gunung es karena tidak semua kasus atau kejadian dapat terlaporkan. WHO menyebutkan bahwa setiap satu kasus yang berkaitan dengan KLB keracunan pangan di suatu negara berkembang, maka paling tidak terdapat 99 kasus lain yang tidak dilaporkan (BPOM RI, 2012).
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Tjandra Yoga Aditama memaparkan, ada sekitar 200 kejadian luar biasa (KLB) keracunan makanan per tahun di Indonesia. Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan pangan di Indonesia tahun 2011 sebanyak 128 kejadian dari 25 propinsi. Beberapa waktu lalu, sekitar akhir tahun 2014 terjadi KLB keracunan pangan akibat cemaran bakteri Listeria monocytogenes pada produk apel di Amerika Serikat yang merenggut nyawa beberapa orang korban.
Penyebab KLB keracunan pangan di Indonesia tahun 2013 berasal dari masakan rumah tangga sebesar 27,38% (23 kejadian), pangan jasa boga sebesar 16,67% (8 kejadian), pangan olahan sebesar 14,38% (7 kejadian), pangan jajanan sebesar 16,67% (8 kejadian) dan tidak diketahui sumber penyebabnya sebesar 4,17% (2 kejadian) (BPOM RI, 2013).
Setiap tahapan pada seluruh penyelenggaraan makanan memiliki risiko terkontaminasi dan menjadi penyebab keracunan makanan, apabila tidak dilakukan pengawasan pangan secara baik dan benar. Penularan foodborne diseases oleh makanan biasanya bersifat infeksi. Pada kasus foodborne diseases, mikroorganisme masuk bersama makanan yang kemudian dicerna dan diserap oleh tubuh manusia, sehingga apabila sudah menjadi KLB, keracunan makanan dapat menyebabkan gangguan kesehatan hingga kematian dengan korban yang luas di masyarakat. KLB keracunan makanan mengancam kesehatan masyarakat dan termasuk bencana di masyarakat sehingga membutuhkan koordinasi multisektoral dalam penanggulangannya.
Peran Multisektoral dalam Manajemen KLB Keracunan Makanan
Manajemen KLB keracunan makanan dapat diawali dengan menganalisa menggunakan prinsip R=HxV/C . Ancaman atau bahaya (H) berupa kejadian keracunan makanan tersebut. Kerentanan (V) yang berasal dari pengetahuan dari pengolah, penyaji dan konsumen makanan, higiene dan sanitasi yang minim serta fasilitas mengolah, menyajikan hingga mengonsumsi yang tidak tepat. Kapasitas (C) yaitu berbagai strategi yang dapat dilakukan untuk mencegah dan mengendalikan keracunan makanan, seperti berbagai pelatihan dan sertifikasi (HAACP, GMO, SKP), kegiatan surveilans, pengendalian tanggap darurat hingga rehabilitasi oleh instansi terkait (Dinkes, Puskesmas, BPOM). Serta risiko (R) kejadian KLB itu sendiri. Prinsip ini digunakan untuk mengetahui besaran risiko bencana KLB keracunan makanan dengan mengetahui ancaman, kerentanan dan kapasitas yang ada.
Penyelenggaran penanggulangan bencana dalam tahap tanggap darurat dilaksanakan sepenuhnya oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah. BNPB dan BPBD mempunyai tiga fungsi, yaitu fungsi koordinasi, komando dan pelaksana (UU No 24/2007). Fungsi koordinasi adalah melakukan koordinasi pada tahap prabencana dan pascabencana, sedangkan yang dimaksud dengan fungsi komando dan pelaksana adalah fungsi yang dilaksanakan pada saat tanggap darurat. Sehingga diketahui KLB keracunan makanan merupakan bencana di masyarakat yang proses manajemennya tidak serta merta terpusat dilaksanakan dan dikomandoi oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana atau Badan Penanggulangan Bencana Daerah. Hal tersebut berbeda dengan mekanisme kerja dalam penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana, hubungan Kemenkes maupun Dinkes dengan BNPB maupun BPBD berupa alur informasi atau sebagai pos informasi.
Keracunan makanan termasuk bencana di masyarakat karena dapat menjadi kejadian luar biasa (KLB). Kewenangan dan tanggung jawab dalam manajemen KLB dilakukan oleh BPOM bekerja sama dengan Kementrian Kesehatan (PP 28/ 2004). Melalui Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan BPOM RI, dilakukan penyelidikan KLB Keracunan Pangan yaitu serangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis terhadap KLB Keracunan Pangan untuk mengungkap penyebab, sumber dan cara pencemaran serta distribusi KLB Keracunan Pangan menurut variabel tempat, orang dan waktu. Penyelidikan dan penanggulangan KLB keracunan makanan dilaksanakan oleh tim dengan keanggotaan multidispliner seperti epidemiologis; praktisi keamanan dan pengendalian pangan; spesialis laboran (mikrobiologis, toksikologis); administrasi dan logistik; ahli gizi dan pangan (kimia, mikrobiolog pangan, teknologi pangan); paramedis (dokter); veterinarian; virologis; kalangan pers; perwakilan otoritas setempat; dan lain-lain sesuai kejadian dan lokasi.
Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pedoman Komando Tanggap Darurat Bencana menyebutkan dalam Bab pendahuluan, bencana yang ditanggulangi oleh komando BNPB merupakan bencana alam. Pada suatu kasus KLB Rabies di Kalimantan Barat 2016 lalu, terdapat kerja sama antara pemprov dengan BNPB. Pemprov Kalbar meminta bantuan BNPB berupa alat vaksin dan lainnya, karena keterbatasan dana. Sementara pada berbagai kasus KLB keracunan makanan belum diketahui adanya kerjasama dengan BNPB atau BPBD.
Penutup
Kejadian luar biasa (KLB) merupakan bencana non alam di masyarakat, salah satu KLB yang marak di Indonesia adalah keracunan makanan. Manajemen KLB keracunan makanan memiliki tahapan yang sama dengan bencana alam, kewenangan penanggulangan dan manajemennya tidak berpusat pada BNPB maupun BPBD melainkan pada BPOM RI dan Kemenkes. Akan tetapi, kerjasama penanggulangan KLB keracunan makanan bersifat multisektoral, sehingga kerja sama dalam menanggapi darurat KLB keracunan makanan dapat bersama-sama dengan bantuan BNPB atau BPBD.
Sumber :
BPOM RI. 2012. Laporan Tahunan 2012 Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Jakarta: BPOM RI.
BPOM RI. 2013. Laporan Tahunan 2013 Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Jakarta: BPOM RI.
Kasus Rabies di Kalbar Kejadian Luar Biasa, Pemprov Minta Bantuan BNPB. 2016. [Diakses melalui http://news.detik.com/berita/3284031/kasus-rabies-di-kalbar-kejadian-luar-biasa-pemprov-minta-bantuan-bnpb]
Kemenkes RI. 2012. Buku Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa Penyakit Menular dan Keracunan Pangan (Pedoman Epidemiologi Penyakit) Edisi Revisi Tahun 2011. Jakarta: Kemenkes RI.
Yunasri. 2013. Pengaruh Fungsi Koordinasi Petugas Dinas Terkait terhadap Kesiapsiagaan Penanggulangan Bencana di Kabupaten Aceh Tengah Provinsi Aceh. Skripsi. Universitas Sumatera Utara.
Ps. Thanks to CFHC tahun ke 4 yang kreditnya 1/2 sks tapi sukses membuat IPK drop walaupun sudah dengan nilai make-up.
1 komentar
Karena cuma Amalina yang akan mengupload materi kuliah ke blogspot. proficiat.
BalasHapus