Antara Hati dan Logika

10/20/2012 03:31:00 PM


Logika dan hati.  Apa itu? Siapakah mereka?  Bukan siapa-siapa.   Logika dan hati menjadi suatu misteri, ah klise dan lebai pendahuluan buat entri gue kali ini.  Sebenernya gue pun masih ga yakin sama pengertian dua kata tersebut.  Pertama hati itu isinya cairan sejenis eritrosit dengan fungsi penawar racun lalu mengapa kata itu dikaitkan dengan segala macam perasaan.  Dan kalau logika sih masih bisa diterima karena kalau orang ngomong tentang logika pasti tunjuk-tunjuk ke otak, kepala bagian samping deket pelipis tepatnya, nyatanya otak bagian logika kan di jidat-__- Oke bukan itu masalahnya!

Ya! Kali ini gue masih pelajar yang duduk di bangku SMA tahun terakhir.  Gue masih jomblo*eh #kode.  Gue masih nggak tau kapan UN yang katanya 20 paket soal itu. Dan parahnya gue masih galau, bimbang, bingung, resah, gundah dan sebagainya dalam rangka memilih jurusan di Universitas setelah gue lulus (amin) nanti. 

Hari ini Sabtu, 20 Oktober 2012,  Bogor tetap saja mendung dengan angin sepoi-sepoinya.  Tetap saja sepi dari rumah, Hp hingga hati gue *eh brb istighfar*.  Rasanya gue pengen nyelem, nenggelamin sejenak beban di pikiran dan hati, sayangnya kalau Sabtu keadaan di luar rumah menggila, jadi lebih baik gue diem di rumah menyelam ke bak mandi mungkin, ah tidak rumah gue nggak punya bak mandi._.

Jadi bolehlah kalau gue menenggelamkan atau lebih tepatnya malah sedikit mengapungkan beban gue lewat post-ingan ini.

Banyak hal yang harus dikategorikan dalam memutuskannya menggunakan hati atau logika.  Salah kalau diusia gue yang baru 17 tahun 4 bulan 15 hari merasa masalah ‘jodoh, kesehatan dan karier’ itu masalah paling kompleks dikehidupan. Kali ini gue sedang dengan masalah jodoh, ah payah bukan! Gue bukan remaja labil yang keranjingan akan masalah itu(ehm sedikit). 
Karier. Ya! Tentu saja ini berhubungan dengan jalan gue setelah gue lulus mau ngapain? Dan akan bagaimana? Tidak ada tujuan yang dicapai tanpa melewati sebuah jalan kan?  Nah! Namun sampai saat ini gue sedang mengukir jalan tanpa arah tujuan.  Bukan tujuan sih mungkin bisa disebut persinggahan awal, tujuan manusia yang kekal kan ‘Surga’.
Gue dihadapkan antara logika dan hati.  Seperti ber-gambling jika gue memilihnya dengan menggunakan hati.  Jika dengan logika apa gue akan tetap bertahan menjadi perempuan yang selalu berada pada kebimbangan dalam pemikiran panjang. 

Hati.
Jauh dalam hati gue, rasanya ingin menuruti kedua manusia paling mulia di bumi menurut gue, mamah-papah.  ‘Kedokteran’ atau ‘Farmasi’.  Pesan mulia dari nurani ketika kelak gue jadi pemberi jasa setelah lulus nanti pun terbayang.  Gue, jas sneli, stetoskop, ah damn, can I??
Dalam hati gue pun masih menyimpan mimpi untuk bisa belajar di sebuah kota pelajar di Indonesia, Yogyakarta.  Universitas Gadjah Mada.  Hati gue pun masih memegang prinsip faktor X, mukjizat Allah itu ada.

Logika.
Gue siswa biasa yang tidak spesial dibidang akademik apalagi nonakademik.  Predikat nilai atau ranking ah akhir-akhir ini gue pun mengacuhkannya.  Bagaimana bisa gue berhasil melawan pesaing dari yang cemerlang, ambisius hingga obsesif di sekolah gue.  Dengan keadaan nilai dan daya serap otak gue yang akhir-akhir ini memang gue akui tidak semaksimal dahulu kala saat gue begitu menggilai materi biologi, sejarah hingga kimia, apakah gue mampu?

Antara logika dan hati.
Peperangan kembali terjadi antara logika dan hati.  Mereka dua hal menyusahkan dalam setiap pengambilan keputusan.  Mereka seharusnya dapat bersatu tanpa mengelabui, namun sayangnya tidak. 

*    Jika logika mendalami hati gue yang keras dan tidak peka ini, dia tentu bertanya.  Ada apa dengan Yogyakarta?  Kenapa elo menginnginkan itu lebih dari apapun?
hening. Hati gue pun nggak bisa menjawab.
*    Sekarang hati kembali bertanya, kenapa elo terlalu banyak berpikir?  Usaha dan banyak berdoa itu sajakan kuncinya? Tidak susah!
logika membisu.
*    Logika melawan, bukankah setiap orang tua akan bangga dan bahagia jika anaknya berhasil, tanpa harus menggunakan jas sneli atau stetoskop?
hati hanya tersenyum.
*    Jadi elo merasa kalah diantara pesaing elo? Jika mereka mampu kenapa elo engga? Bagaimana nasib jalan yang sudah terancang ini?
logika berpikir kembali.

Gue kembali bersandar pada waktu, mengamati dengan hati tanda yang mungkin isyarat semesta, memastikannya dengan logika.  Hingga nanti hati ini temukan keyakinan dan arah yang dapat ditafsirkan logika.   





@amalinair

You Might Also Like

0 komentar

Cari Blog Ini